Sepotong Kisah Untuk Pemberi Sejuta Kasih ~ Aprilia Anggraini Putri

Spread the love
Butuh waktu 2 menit untuk membaca tulisan ini

Angin sepoi-sepoi serta kicauan bururng gereja menemaniku bersantai, menghabiskan waktu dalam keheningan, sambil menikmati suasana senja di gazebo. Merenungi hal-hal yang telah lalu, sudahkah meminta maaf atas segala kesalahan yang telah kuperbuat? Sadarkah diri ini akan segala kesalahan yang setiap detik kulakukan? Pertanyaan yang kini bersarang di kepalaku, dan mungkin juga dalam benakmu. Iya … kamu yang sekarang membaca goresan pena ini.

Terlintas bayangan ayah dan ibu di rumah, pejuang tangguh yang tak pernah lelah bekerja keras demi untuk memenuhi segala kebutuhanku.

Ibu … wanita yang harusnya fokus mengurus rumah sambil menjagaku dan adik-adik, justru harus ikut membantu mencari nafkah, membantu menopang perekonomian keluarga agar tidak runtuh. Mengais sesuap nasi dengan berpanas-panas dan berpeluh keringat, demi untuk anak yang terkadang mengecewakannya.

Ayah … lelaki hebat yang selalu berusaha mewujudkan apa yang kuingingkan. Mengajarkan banyak pelajaran hidup, meskipun pada akhirnya kita sering berbeda pendapat di tengah kesederhanaan bangunan yang kita sebut rumah.

Kini anakmu telah beranjak dewasa, dan mulai menyadari betapa berartinya kalian dalam hidupku.

Ayah pernah berpesan, “Nak, tak selamanya ayah ada untukmu. Jangan pernah nusahin orang lain, hormati siapapun tanpa membeda-bedakan. Selalu belajar dari kesalahan, dan tetap tersenyum meskipun orang lain mencaci makimu.”

Sementara ibu terhebat menambahkan, “Selalu ingat untuk jaga ibadah ya, Nak. Insya Allah segala keinginan kamu pasti terkabul.”

Bayangan lain kembali terlintas, potret orang tua kedua untukku. Ibu dan bapak guru yang tak mengenal lelah memberikan pendidikan terbaik selama ku menimba ilmu di sekolah. Ini tentu tak hanya tentangku, tapi juga tentang kamu, tentang kita semua.

Ibu guru, tanpa pamrih ia menjadi ibu yang sebenarnya selama kita di sekolah. Tulus membimbing, memotifasi, dan mengajarkan banyak hal, dan mengorbankan semua yang ia bisa. Sementara bapak guru, berperan sebagai ayah yang lebih banyak terlihat serius, demi untuk menanamkan sifat disiplin, tangguh, dan pantang menyerah di hati kita semua.

Guru tak hanya sekadar profesi. Lebih dari itu mereka berjasa besar melahirkan para dokter, polisi, pengusaha, hingga kepala negara. Terkadang mungkin ada hal yang kurang berkenan di hati ketika mereka mulai menasehati banyak hal, tapi yakinlah itu semua demi kebaikan kita. Sesuatu yang bahkan mungkin baru akan kita rasakan manfaatnya puluhan tahun akan datang. Dan ketika masa itu tiba, bisa jadi hanya akan ada penyesalan yang tentu sia-sia belaka.

“Terima kasih atas segalanya, khususnya atas limpahan ilmu yang telah berusaha engkau curahkan pada kami ayah, ibu, dan guru-kuru kami.”

Hadiah besar berupa ilmu yang telah kita miliki, tentu harus membawa manfaat. Menjadi penerang dalam menjalani kehidupan, bukan malah menjadi senjata yang siap menghancurkan. Sebab dalam memperoleh ilmu, seseorang bisa berada di tiga fase:

  1. Tahap pertama, dia akan sombong.
  2. Tahap kedua, mulai merasa rendah hati.
  3. Tahap ketiga, dia akan merasa tak ada apa-apanya.

=====

Aprilia Anggraini Putri lahir di Bangkalan Tanggal 16 April 2002. Jenjang pendidikan sekolah dasar MI Salafiyah, MTS Salafiyah, dan sekarang melanjutkan ke man 2 Probolinggo jurusan IPA.
Selain menjadi pelajar,ia mengabdi di TPQ Sukomulyo,yang dikenal dengan Rumah ABATA. Pada 2015, ia berhasil menjuarai Kompetisi Sains Madrasah (KSM).