Kembalinya Sang Imam ~ Amelia Hasanah
Ketika Imam Syafi’i belajar di Mekkah, gurunya berkata. ” pergilah engkau wahai Muhammad ke Madinah untuk berguru lagi. Sesungguhnya ilmu ku sudah habis, semua sudah kuajarkan padamu.”
Setelah itu Imam Syafi’i menuruti perintah sang guru. Dia berpamitan kepada sang ibu.
“Nak, pergilah kamu menuntut ilmunya Allah, nanti kita bertemu di akhirat saja,” ucap ibu Imam Syafi’i.
Di Madinah beliau berguru pada Imam Malik. Tak butuh waktu lama Imam Syafi’i bisa menyerap ilmu tersebut. Membuat orang-orang kagum. Membuat beliau menjadi murid kesayangan Imam Malik. Begitu juga sang guru. Tak cukup di Madinah, beliau juga pergi ke Irak. Yang waktu itu menjadi salah satu tempat menuntut ilmu Islam selain Madinah. Di Irak, Imam Syafi’i berguru pada imam Hanafi.
Meski sudah banyak memperoleh ilmu, Imam Syafi’i tidak pulang. Karena belum ada panggilan dari sang ibunda.
Di Irak Imam Syafi’i terkenal sebagai murid pintar dan cerdas. Tak butuh lama dia sudah mempunyai ribuan murid. Hingga beliau menjadi ulama besar yang terkenal di penjuru Irak sampai Hijaz.
Ketika Musim haji tiba, ibu Imam Syafi’i selalu menunaikan ibadah haji. Suatu ketika di Masjidil Haram ada ulama besar dari Iraq berceramah.
Ulama Besar dari irak ini dalam ceramahnya sebentar-sebentar berkata “Qola Muhammad bin Idris Asy Syafii, qola Muhammad bin Idris Asy Syafii.” (berkata Muhammad bin Idris Asy Syafii).
Ibunda Imam Syafi’iy yang juga mendengarkannya bertanya- tanya. Muhammad bin Idris asy syafiiy yang mana? Muhammad adalah anak nya sedangkan Idris nama suaminya.
Ibunda Imam Syafi’i bertanya kepada Syekh tersebut, Wahai Syekh, siapa Muhammad bin Idris asy Syafi’i?”
Dengan bangga syekh tersebut berkata, “Beliau adalah ulama besar Irak yang asalnya dari kota Mekah.”
“Ketahuilah wahai Syekh, aku adalah ibu dari Muhammad bin Idris asy syafiiy,” ucap ibunda Syafi’i, mengingat di mekah tidak ada yang memiliki nama itu kecuali anaknya.
“Benarkah wahai ibu, ibunda Imam Syafi’i masih ada?” tanya syekh tersebut tak kala terkejutnya.
“Benar wahai Syekh.”
Lalu syekh tersebut menunduk hormat. Setelah syekh tersebut banyak bercerita, beliau pun bertanya “Lalu apa pesanmu untuk anakmu?”
“Bilanglah pada Muhammad, Dia dibolehkan pulang ke Mekah.”
Setelah sampai di Irak pesan itu disampaikan. Maka Imam Syafi’i langsung bergegas menemui ibunya yang selama ini dirindukan. Orang-orang Irak begitu berat melepaskan Imam Syafi’i. Mereka pun melepaskan sang imam. Mereka memberikan bekal pada imam Syafi’i. Hingga imam Syafi’i mendapatkan ratusan unta yang di punggungnya ada bekal dan kekayaan.
Sampai di pinggiran kota Mekah, Imam Syafi’i menyuruh muridnya untuk memberi kabar pada sang ibu, dan bergegaslah murid tersebut mendatangi rumah ibu imam Syafi’i.
“Siapa kamu?” tanya ibu Imam Syafi’i kepada sang murid.
“Saya murid Imam Syafi’i, beliau sudah pulang dan ada di pinggiran kota Mekah.”
“Apa yang ia bawa?”
“Imam Syafi’i membawa ratusan unta dan harta.”
“Apa! Dia membawa ratusan unta? Bilang pada imam Syafi’i dia tidak diizinkan pulang. Aku menyurunya untuk mencari ilmu, bukan dunia,” tegas ibu Syafi’i lalu menutup pintu dengan marah.
Dengan perasaan yang serba salah murid tersebut menyampaikan pesan ibunya kepada Imam Syafi’i. Ketika mendengar pesan tersebut Imam Syafi’i gemeter ketakutan. Imam Syafii pun memerintahkan kepada muridnya untuk mengumpulkan warga miskin kota Mekkah. Lalu semua unta berikut hartanya diberikan kepada warga Mekkah hingga yang tersisa hanya kitab saja.
Murid tadi disuruh kembali menemui sang ibu. Sesampainya di rumah ibunya, murid tadi menceritakan kepada sang ibu bahwa semua unta dan hartanya sudah dibagikan kepada warga Mekkah yang tersisa hanya kitab dan ilmunya saja. Maka Imam Syafii pun diperbolehkan pulang.
=====
Hallo saya Amelia Hasanah, mempunyai cita-cita setinggi langit. Hobi membaca dan menulis, dan kini menuntut ilmu di MAN 2 Probolinggo.