Adaptasi Suasana ~ Laelatul Luqiyana Adawiyah

Spread the love
Butuh waktu 2 menit untuk membaca tulisan ini

Ramadhan, bulan suci yang penuh dengan keberkahan. Rasa semangatku dalam menjalaninya masih sama, yang berbeda hanyalah suasananya.

Dulu, alarm favoritku adalah suara malaikat tak bersayapku. Dan hal pertama yang aku lihat setelah aku terbangun dari mimpi indahku adalah wajah Ibunda tercintaku.

Sekalipun rasa malas beranjak itu, terasa amat nyata, mau tidak mau aku harus bergegas untuk beranjak dari ranjang kesayanganku. Berjalan ke arah kamar mandi untuk mencuci wajah, setelah itu aku mulai menduduki posisi untuk melakukan sahur, selalu seperti itu.

Makanan yang pasti sudah tertata dengan apik, hanya menunggu semua anggota keluarga untuk menikmatinya. Begitupun untuk berbuka, dengan lauk-lauk yang berjejer rapi. Mungkin yang aku lakukan hanyalah membuat takjil.

Tapi untuk tahun ini, aku dibangunkan dengan alarm yang berasal dari handphoneku. Hal yang aku lihat pertama kali bukan lagi wajah malaikat tak bersayapku.

Ritual mencuci wajah sebelum melakukan sahur masih sama kulakukan. Hanya saja, tidak ada lagi aroma makanan yang menggugah selera dari dapur, dan tak ada lagi makanan yang tertata dengan rapi seperti puasa sebelumnya.

Yah, aku sudah tidak lagi satu atap dengan anggota keluargaku. Bukankah sudah pasti, beda tempat akan beda suasana? Suasana rumah tak akan sama dengan suasana asrama yang saat ini aku tempati. Memutuskan untuk bersekolah jauh dari orang tua memang rencanaku.

Sebelum aku menginjakkan kakiku di sini, aku sudah mempersiapkan semua konsekuensi yang akan terjadi. Aku tidak pernah menyesal ada di sini. Di tempat baru, lingkungan baru dan bersama orang-orang baru. Mungkin hal berat yang harus aku lakukan adalah beradaptasi dengan mereka.

Dan aku berhasil melewati itu semua. Bukankah sesuatu yang dilakukan dengan keterpaksaan dan dorongan dari luar akan berakhir terbiasa? Mau tidak mau aku harus bisa beradaptasi dan bersosialisasi dengan mereka.

Ternyata benar, satu kalimat yang temanku ucapkan, “Bukan pasti bisa, tapi harus bisa.” Mengenal mereka mengajarkanku banyak hal yang tidak aku pahami di lingkungan sebelumnya. Tentang arti waktu, kepekaan, kasih sayang, air mata, arti rumah, pentingnya sandaran hingga partner untuk deep-talk. Masih banyak lagi, hanya saja mungkin itu saja yang aku tulis di sini. Sampai jumpa di karyaku selanjutnya ya!

=====

Laelatul Luqiyana Adawiyah bisa dipanggil El, siswi MAN 2 Probolinggo. Penyuka semua tentang musik.
Btw untuk merangkai kata-kata baru saya tekuni di MA ini. Masih sangat pemula jadi mohon maaf bila ada penggunaan kata yang kurang pas ya teman-teman.
Sekian dan kalian bisa temui saya di :
ig : lqynaa_/ luqiyanaa_

=====

SyafhirAZR